****
Kamu gak bisa masak
ya, pantesan gak punya pacar..
Jutek banget sih
mukanya, pantesan gak ada cowok yang deketin..
Bales chatnya
singkat-singkat banget sih, gimana mau punya pacar coba...
Pantesan dia ngejauh,
kamunya baper banget sih..
Baca komik terus,
nanti kalau udah punya pacar gimana...
Pantesan gak punya
cowok, gak bisa dandan sih. Jelek..
Kamu punya pacar dong,
biar orang-orang tahu kamu tuh galak tapi bisa ditaklukin..
Dst.
Beberapa kalimat diatas merupakan
pernyataan yang akhir-akhir ini semakin sering saya dengar (mungkin kalian
juga), terutama berasal teman-teman terdekat saya. Saya tahu, sebagian besar
mungkin hanya bercanda, dan sebagian sisanya hanya basa-basi untuk mengisi
topik pembicaraan. Tersenyum, menjadi jawaban paling favorit sejauh ini. Lainnya
mungkin, loh, memang kenapa? Atau
tertawa sopan saja. Mungkin dari
kalian ada yang bertanya-tanya, saya juga masih, harusnya diberi jawaban
seperti apa untuk membungkam pernyataan mereka? Mereka, teman dekat yang seharusnya
lebih tahu kondisi kita seperti apa. Diam saja, mungkin lebih baik, daripada
menjelaskan:
Saya tidak bisa masak, karena memang belum belajar masak (nanti akan
belajar).
Iya, saya punya wajah tercetak tidak ramah, mungkin kamu bisa tanya
Tuhan saya kenapa.
Saya balas singkat karena saya sedang dijalan, saya sedang mengantuk,
saya sedang mengerjakan sesuatu yang lebih penting, saya sedang memahami bahwa
chat merupakan pesan singkat yang takdirnya memang harus singkat.
Padahal saya cuma mempertanyakan sesuatu yang tidak jelas. Jika memang
jelas tidak, silahkan pergi. Dan dia pergi, jadi?
Cita-cita saya yang tidak akan pernah terjadi selamanya salah satunya
adalah komikus.
Kulit saya sensitif terhadap make up dan saya terbiasa hidup di
keluarga pencinta natural.
Wah, saya bukan singa di Taman Safari, tuh.
Dst.
Jika saya, atau kalian, menjawab
seperti itu mungkin akan diberikan lebih banyak pernyataan lain yang tidak
kalah serupa dengan sebelumnya. Wajar memang, pada dasarnya manusia hidup
dengan mempertahankan dirinya, salah satunya mempertahankan opininya. Tapi, saya
seorang yang lebih suka menghindari perdebatan, capek dan buat saya malas saja.
Saya hanya berharap mungkin bisa sedikit dimengerti, beberapa manusia (seperti
saya) seringkali memikirkan pernyataan buruk yang orang lain ucapkan, bisa
seharian, satu bulan, satu tahun, selamanya? Bisa saja.
Bicara tentang waktu, saya jadi
ingin bicara tentang jodoh (yang selalu dipeributkan diatas). Kita manusia
sudah ditakdirkan memiliki pasangan yang akan datang pada waktu yang tepat,
berbeda-beda setiap manusia. Sejujurnya mungkin saya terlihat seperti terlalu
mengharapkan kehadirannya lebih cepat datang, tapi tidak juga (memang diharapkan,
tapi berpasrah pada Tuhan saja). Saya masih punya banyak hal yang sebetulnya saya
ingin pelajari, impian yang masih ingin saya coba raih, dan saya masih ingin
sibuk memperbaiki portofolio saya sebagai manusia di bumi. Tentunya, diiringi doa
sebanyak-banyaknya agar didekatkan Tuhan pada orang yang sebaik-baiknya, dan dijauhkan
dari yang seburuk-buruknya. Karena selama ini masih dijauhkan, mungkin dia buruk untuk saya atau sebaliknya
(saya buruk untuk dia).
Tulisan ini dibuat untuk membayar
kelelahan pikiran akan kata, untuk saya, dan semoga saya bisa sikapi dengan
sebaik-baiknya.
Mohon maaf untuk kalimat yang tidak tersusun dengan baik, dan
untuk yang tidak nyambung, dan akhir
yang tidak jelas.
Komentar
Posting Komentar