Langsung ke konten utama

Pertama Kali – Short Story


Kata orang jatuh cinta yang pertama itu menyenangkan. Nyatanya, bisa iya, bisa juga tidak.

Aku selalu kagum dengan pagi. Ketika sang surya masih malu-malu untuk menunjukkan diri, tetapi lampu-lampu rumah telah menyiratkan hiruk pikuk di dalamnya. Aku berjalan keluar dari rumah, menghirup segarnya udara pagi ini. Andai saja segarnya dapat bertahan hingga siang nanti, mungkin orang-orang akan hidup damai selalu. Nyatanya, kota ini terkenal dengan terik matahari dan angkotnya yang ugal-ugalan. Damai di siang hari, mungkin hanya mimpi!

Aku berjalan menuju depan kompleks perumahanku, menunggu angkot. Dengan seragam putih-biru lengkap dengan dasi dan topi, aku tersenyum berharap hari ini akan seindah pagi.

“Kiri, bang!”
Aku sampai di depan gerbang sekolahku setelah 10 menit melewati lenggangnya jalanan. Ah, satu lagi yang kusukai dari pagi. Ketika jalanan masih sepi, belum banyak kendaraan dan orang yang berlalu lalang. Untungnya sekolahku juga tidak jauh dari rumah.

SMPN XX Kota YY

Aku masuk melewati gerbang tinggi bertuliskan nama sekolahku, salah satu sekolah yang terbaik di kota ini. Tempat parkir yang kulewati terlihat kosong, hanya ada empat motor dan satu sepeda yang terparkir disana, serta dua mobil di tempat parkir khusus guru dan tamu. Aku terus berjalan menuju pintu masuk dan menuju ruangan terbuka dengan lantai keramik putih.

“Pagi, Pak Amir!”
Pak Amir, satpam sekolahku menoleh dari koran dihadapannya. Ditangannya, ada segelas kopi yang masih mengeluarkan uap. Terselip senyuman tipis dari balik kumis lebatnya.
“Eh, Neng! Rajin ya, sudah datang pagi-pagi!”, balasnya.
“Iya dong, Pak! Kan’ saya mau ketemu Bapak. Hehehe..”, godaku.
Pak Amir tertawa dan menaruh gelas kopinya di meja, “Ah, Neng bisa saja!”
“Hehehe.. saya ke kelas dulu ya, Pak.”, aku tersenyum sopan.
“Iya, Neng. Silahkan.”, Pak Amir kembali tenggelam dalam koran paginya.

Sekolah di pagi hari ini terasa lebih sepi dari biasanya. Apa mungkin karena ini hari senin, ya? Ah, ya..sudahlah. Aku berjalan santai melewati ruang kelas VII dan VIII, terlihat hanya satu sampai dua orang di dalamnya. Aku berhenti di depan ruang kelas bertulisnya IX C. Pintunya masih tertutup dan ruangannya gelap.
“Huh, aku pertama lagi, seperti biasa...”

Tanganku akan menyentuh pintu, ketika seseorang dibelakangku tiba-tiba membukanya. Hah, sejak kapan dia ada disana? Aku berdiri mematung di depan pintu, sedangkan ia terus berjalan menuju mejanya. Menaruh tasnya di loker meja, lalu duduk saja diam. Dia tidak menyapaku, seperti biasa. Dia memang jarang menyapa orang lain, seingatku. Aku berjalan menuju mejaku dengan diam juga.

Dia adalah Farhan Andara, siswa paling pintar di sekolah ini. Selama dua tahun terakhir, aku sekelas dengannya. Entah itu sebuah anugerah atau musibah, yang pasti sejak ada dia, aku hanya bisa menjadi nomer 2. Satu kelemahannya yang katanya malah membuat perempuan-perempuan di sekolah ini klepek-klepek, dia sedingin gunung es. Tapi, kelancaran otaknya bekerja memang sudah tidak tertandingi lagi.

30 menit berlalu, satu-persatu penghuni kelas ini pun mulai berdatangan.

******************************* to be continue

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RASA by Nuril Basri (Nyoba Review)

  Aku merasa seperti seorang gadis tua. Seorang gadis berumur 29 tahun yang tidak mengerti apa pun tentang dirinya yang tidak tahu apa yang diinginkannya dalam hidup ini. Aku sebuah bola besar yang menggelinding kebingungan. * Buku ini aku dapat dari giveaway  yang penulisnya buat di twitter tahun 2019. Jujur (dan sorry) aku sebenarnya tidak pernah tahu Nuril Basri. Memang pengetahuanku akan penulis juga kurang, karena buatku membaca seringnya hanya tentang cerita dan isinya. Jadi, seharusnya sih review ini terlihat cukup jujur. Pada cover buku ini tercantum kutipan menarik dari British Council " One of five Indonesian authors to read now " yang agak meningkatkan ekspektasiku. Ditambah lagi, tercantum juga bahwa beberapa karya dari penulis ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Malaysia dan Inggris, membuatku tambah penasaran. Di tahun 2019, setelah membaca halaman-halaman awal, aku merasa kurang motivasi untuk melanjutkan. Aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal, tap...

Terakhir deh ini (ruwet banget isi kepala w)

Ternyata cerita kita ini sampai pada akhirnya juga ya.  Walaupun bukan akhir seperti yang kita rencanakan di awal, tapi semoga sudah sesuai dengan yang kamu inginkan.  Sesuai kata-kata pisahmu waktu itu, yang tidak memberi aku pilihan jawaban, buat aku harus mengiyakan.  Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya, ini salah siapa ya? Semua ini bisa saja memang benar salahmu, atau salahku? Atau salah kita? Iya, salahmu. Kamu yang bilang sendiri, ingin semua ini jadi serius.  Aku bilang, kita coba dulu pacaran, kenal juga baru kan?  Kamu yang bilang sendiri, oh sudah siap, sudah yakin sekali pokoknya dengan alasan ini itu. Kamu tahu kan, aku si hobi banyak mikir ini tidak semudah itu bisa percaya.  Tapi, kamu mulai cerita tentang hidupmu yang katamu ini belum banyak yang tahu.  Kamu yang bilang sendiri, kalau aku bisa terima itu semua, kita bisa lanjutkan cerita.  Kamu tahu kan aku bisa terima? Jujur saja sejak itu aku pikir, oh mungkin kali ini bena...

Haunted

Maybe you don’t know, The feeling of rejection, The broken thoughts, The lack ability to defend yourself… will haunt you… Before the important meeting you have to attend or along with the documents you evaluate. Yes, need to take a deep breath to focus on. In the middle of your pilates class. So, you have to take a deeper breath or you’ll be black out. Between your favorite TS’s bridge songs you listen everyday. A deep breath again, cause it should cheer you up. In every steps you take from work to a place you called home. Another deep breath to keep your balance, so you don’t fall in crowd. Even after a main scene of horror movie you try to watch. Pause - a deep breath - play. In all activities you did to distract, they’re always there. They haunted you. They haunted me.