Kata orang jatuh cinta yang pertama itu menyenangkan. Nyatanya, bisa iya, bisa juga tidak.
Aku selalu
kagum dengan pagi. Ketika sang surya masih malu-malu untuk menunjukkan diri,
tetapi lampu-lampu rumah telah menyiratkan hiruk pikuk di dalamnya. Aku
berjalan keluar dari rumah, menghirup segarnya udara pagi ini. Andai saja
segarnya dapat bertahan hingga siang nanti, mungkin orang-orang akan hidup
damai selalu. Nyatanya, kota ini terkenal dengan terik matahari dan angkotnya
yang ugal-ugalan. Damai di siang hari, mungkin hanya mimpi!
Aku berjalan menuju
depan kompleks perumahanku, menunggu angkot. Dengan seragam putih-biru lengkap
dengan dasi dan topi, aku tersenyum berharap hari ini akan seindah pagi.
“Kiri, bang!”
Aku sampai di depan gerbang
sekolahku setelah 10 menit melewati lenggangnya jalanan. Ah, satu lagi yang
kusukai dari pagi. Ketika jalanan masih sepi, belum banyak kendaraan dan orang
yang berlalu lalang. Untungnya sekolahku juga tidak jauh dari rumah.
SMPN XX Kota YY
Aku masuk
melewati gerbang tinggi bertuliskan nama sekolahku, salah satu sekolah yang
terbaik di kota ini. Tempat parkir yang kulewati terlihat kosong, hanya ada
empat motor dan satu sepeda yang terparkir disana, serta dua mobil di tempat
parkir khusus guru dan tamu. Aku terus berjalan menuju pintu masuk dan menuju
ruangan terbuka dengan lantai keramik putih.
“Pagi, Pak Amir!”
Pak Amir, satpam sekolahku
menoleh dari koran dihadapannya. Ditangannya, ada segelas kopi yang masih
mengeluarkan uap. Terselip senyuman tipis dari balik kumis lebatnya.
“Eh, Neng! Rajin ya, sudah datang
pagi-pagi!”, balasnya.
“Iya dong, Pak! Kan’ saya mau
ketemu Bapak. Hehehe..”, godaku.
Pak Amir tertawa dan menaruh
gelas kopinya di meja, “Ah, Neng bisa saja!”
“Hehehe.. saya ke kelas dulu ya,
Pak.”, aku tersenyum sopan.
“Iya, Neng. Silahkan.”, Pak Amir
kembali tenggelam dalam koran paginya.
Sekolah di pagi
hari ini terasa lebih sepi dari biasanya. Apa mungkin karena ini hari senin,
ya? Ah, ya..sudahlah. Aku berjalan santai melewati ruang kelas VII dan VIII,
terlihat hanya satu sampai dua orang di dalamnya. Aku berhenti di depan ruang
kelas bertulisnya IX C. Pintunya masih tertutup dan ruangannya gelap.
“Huh, aku pertama lagi, seperti
biasa...”
Tanganku akan
menyentuh pintu, ketika seseorang dibelakangku tiba-tiba membukanya. Hah, sejak kapan dia ada disana? Aku
berdiri mematung di depan pintu, sedangkan ia terus berjalan menuju mejanya.
Menaruh tasnya di loker meja, lalu duduk saja diam. Dia tidak menyapaku,
seperti biasa. Dia memang jarang menyapa orang lain, seingatku. Aku berjalan
menuju mejaku dengan diam juga.
Dia adalah
Farhan Andara, siswa paling pintar di sekolah ini. Selama dua tahun terakhir, aku
sekelas dengannya. Entah itu sebuah anugerah atau musibah, yang pasti sejak ada
dia, aku hanya bisa menjadi nomer 2. Satu kelemahannya yang katanya malah membuat
perempuan-perempuan di sekolah ini klepek-klepek,
dia sedingin gunung es. Tapi, kelancaran otaknya bekerja memang sudah tidak
tertandingi lagi.
30 menit
berlalu, satu-persatu penghuni kelas ini pun mulai berdatangan.
******************************* to be continue
Komentar
Posting Komentar