"Ya, sekian untuk malam ini. Terima kasih untuk teman-teman yang sudah menyempatkan waktunya untuk hadir pada kumpul perdana acara kita ini. Selamat beristirahat."
Pemuda berkemeja biru itu kemudian duduk dan merapikan buku catatan kecil dan barang lain disekitarnya. Ya, dia lah yang mengetuai acara ini, sang empunya acara Panggung Amal dari Mahasiswa untuk Mahasiswa. Acara paling bergengsi di kampus pinggiran kota ini yang bertujuan untuk menggalang bantuan dana bagi mahasiswa yang mempunyai masalah dengan dana. Tahun ini, aku menjadi bagian di dalamnya, menjadi perpanjangan uluran tangan mahasiswa-mahasiswa dermawan kampus ini secara sukarela.
Lingkaran besar yang tadi berlapis-lapis pun mulai menipis dan tidak beraturan. Orang-orang mulai berdiri dan meninggalkan tempat "rapat perdana" itu. Aku mengambil tas ranselku lalu beranjak berdiri sampai terdengar suara memanggilku.
"Ratna!" Suara yang sudah sangat akrab ditelingaku beberapa bulan terakhir.
Pemuda berkemeja biru itu, Ardi, menarik lengan kananku. Aku berbalik, disambut senyumnya yang manis. Aku balas senyum sempurna.
"Ayo, aku antar pulang.."
Ardi menarikku cepat, berjalan melewati kerumunan orang-orang yang masih bercengkrama ria. Entah berbicara apa, padahal rapat sudah selesai. Aku tidak melawan dan tetap mengikuti langkahnya.
"Kamu gak ada rapat lagi, emang?"
"Enggak kok. Lagian aku udah janji sama kamu kan."
"Janji apa?"
"Katanya mau nyobain nasi goreng di warung depan yang baru itu, kan? Ayoo buruaan, laper nih!"
Ia melingkarkan tangannya di pundakku. Gerimis mulai turun, kami berlari kecil sambil tertawa. Entah bagaimana bisa aku bersama lelaki yang sibuknya bukan main ini. Si aktivis kampus di tempat itu, dimana semuanya dimulai.
***
Seorang lelaki berdiri sendiri di halte bis dalam kampus. Langit sudah gelap, menunjukkan waktu mendekati pukul 9 malam. Jalanan kampus yang biasanya masih ramai, kini terlihat sepi. Hujan deras lah pelakunya, tak henti turun sejak sore tadi. Langit yang gelap semakin terlihat muram, lelaki itu berdiri seperti merutuki sesuatu.
Seorang wanita berlari menuju halte sambil berusaha menutupi kepala dengan tangannya. Ia merapikan rambut dan pakaiannya yang sudah setengah basah. Ia duduk tidak jauh dari tempat berdiri lelaki tadi. Kepalanya memandang ke atas, entah memandang langit atau hujan, yang jelas wajahnya tidak berkesan sedang memikirkan sesuatu.
Lelaki itu melirik sebentar, lalu duduk di samping wanita itu. Wajahnya putih bersih, seperti cahaya di tengah kegelapan malam.
"Baru pulang?"
"Iyah.."
"Gak bawa payung?"
"Iyah.."
"Sama..."
"Sial banget deh.." mereka berucap bersamaan.
Wanita itu menoleh, kemudian mereka berdua tertawa.
Di dalam tirai hujan sepasang manusia itu saling melempar senyum.
"Ardi......"
"Ratna...."
Komentar
Posting Komentar