Langsung ke konten utama

Kamu.

Hujan sore ini tidak jauh berbeda dengan hujan di sore-sore sebelumnya. Orang-orang lalu lalang di jalan dengan payung beraneka macam warna. Sebagian orang tidak sabar menerobos hujan dengan tangan kosong, sebagian lagi sabar menunggu di tempat teduh. Bagiku, sama. Hujan ini sama saja. Aku mengeluarkan payung dari tas kecilku, berjalan lambat menikmati rintik hujan. Kamu mengakhiri pembicaraan kita beberapa jam yang lalu. Bukan pembicaraan yang penting. Kita bahkan sudah jarang berbicara sekarang. Aku saja yang terus coba menahanmu tetap di sana, di hadapanku, dengan senyum nakalku, menggodamu. Aku saja yang terus memutar otak, mencari-cari pembicaraan yang penting, yang mungkin kau sukai. Ya, kamu, kamu bilang hidupmu hanya untuk sesuatu yang penting, sisanya bermain game sajalah. Aku saja yang selalu mencari perhatianmu yang dulu pernah sedikit kau bagi denganku. Maksudku bukan aku, tapi hatiku yang memintanya.

Aku bilang hati. Ya, aku tidak pernah tahu ini sudah sejauh itu. Bahkan, kita baru bertukar nama beberapa bulan yang lalu. Belum lama memang, sebab itu aku ragu. Ragu dengan apa yang mungkin hati ini sebenarnya inginkan. Kamu? Belum tentu. Aku tidak tahu, bahkan tidak mau tahu. Tidak peduli, aku berlalu dengan berpura-pura tidak menyadarinya.

Kamu, di hari itu. Aku masih mengingatnya. Kamu datang lalu duduk dalam lingkaran kelompok kami. Aku belum pernah melihatmu di pertemuan sebelumnya. Oh, mungkin kamu baru sempat datang hari ini, pikirku. Beberapa dari mereka telah mengenalmu sehingga kamu tidak terlihat canggung, tidak sepertiku. Kesan pertamaku, kamu terlalu dewasa untuk masuk lingkaran ini. Benar saja, umurmu berada di atas kami, di atasku. Tapi itu tak apa, katamu, toh' itu pilihanmu sendiri.

Apa yang lebih membuatmu bersinar dari orang-orang di lingkaran kita. Kamu yang terlalu baik, sangat baik, pada wanita. Mungkin karena kamu yang lebih dewasa, selalu berusaha melindungi kami saat menyebrang. Kamu ingat, saat itu kamu merangkul tubuhku dengan sigap saat mobil hampir menghantamku karena jalanku yang terlalu sembrono? Jujur saja, waktu itu aku terlalu kaget untuk berkata terima kasih. Ketika kamu memintaku berjalan di depanmu di jalan rampai sempit itu. Kamu berjalan di belakang menjagaku, mungkin. Setidaknya itu yang kubaca dari tatapanmu.

"jam 7.15 di tempat biasa, telat tinggal.", pesanmu setiap pagi hari saat kita pergi bersama. Aku selalu terburu-buru menemuimu. Pagiku yang selalu indah diwarnai marah-marah kecilmu. Toh' nyatanya kamu masih di sana menungguku, walau aku telat menemuimu. Kita pernah tak satu kata, kamu menungguku di sana dan aku sudah pergi lebih pagi sebelumnya. "gue tadi nungguin lo tau.", katamu saat berpapasan denganku. Ah ya, saat itu aku menyesal sekali.

Di hari spesialku, kamu ada di situ, menjadi salah satu bagian puzzle pelengkap kebahagianku. Kamu merangkai alur cerita dengan apik, aku percaya saat itu. Aku percaya kamu saja. Lalu, kamu datang dengan kue dan serangkaian lilin bersama teman-teman kesayanganku. Aku bahkan tidak bisa berhenti tersenyum saat itu. Kamu menghampiriku yang marah-marah padamu, kamu mengacak-acak rambutku, mengusapnya dan berkata "selamat ulang tahun ya,..."

Kamu yang lupa. Aku bilang kamu bukan pelupa, kamu hanya tidak perduli pada sekitarmu. Tapi bilang, kamu hanya mengingat sesuatu yang penting saja. Hidupku yang terlalu banyak aturan, katamu. Ah, aku salah. Mungkin kamu hanya pura-pura tidak peduli, nyatanya kamu selalu mendengarkan setiap cerita konyol dari bibirku dan bertanya jika aku tidak menyelesaikannya. Setiap ceritaku selalu diakhiri dengan tatapan sinismu dan teriakan,"over banget sih lo...", lalu akhirnya aku yang pundung lagi.

Ah, kamu memang sulit untuk dimengerti. Di satu sisi kamu sering mengerjaiku, mengomentari semua hal yang aku lakukan, bahkan mengganti namaku dengan.... ah okey, asal cuma kamu yang memanggilku begitu, aku tak apa. Di sisi lain, kamu mengajariku berbagai hal, menasihatiku, dan berakhir dengan mengusap kepalaku lagi. Layaknya seorang kakak kepada adiknya. Kamu memang punya adik perempuan bukan? Kamu yang mengajariku untuk tidak mencampuri urusan orang lain. Kamu bilang, aku tidak boleh terjun terlalu jauh. Tapi aku mau kamu mengenal aku lebih jauh.

Kita sudah tidak sedekat itu sekarang. Hanya tegur sapa dan senyum basa-basi saja saat mata kita kebetulan berpapasan. Aku sedikit rindu. Seandainya saja takdir kita sempat bertabrakan lagi.

*******************************

in the middle of "ngerjain laporan kimia analitik yang tak berujung"~~~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RASA by Nuril Basri (Nyoba Review)

  Aku merasa seperti seorang gadis tua. Seorang gadis berumur 29 tahun yang tidak mengerti apa pun tentang dirinya yang tidak tahu apa yang diinginkannya dalam hidup ini. Aku sebuah bola besar yang menggelinding kebingungan. * Buku ini aku dapat dari giveaway  yang penulisnya buat di twitter tahun 2019. Jujur (dan sorry) aku sebenarnya tidak pernah tahu Nuril Basri. Memang pengetahuanku akan penulis juga kurang, karena buatku membaca seringnya hanya tentang cerita dan isinya. Jadi, seharusnya sih review ini terlihat cukup jujur. Pada cover buku ini tercantum kutipan menarik dari British Council " One of five Indonesian authors to read now " yang agak meningkatkan ekspektasiku. Ditambah lagi, tercantum juga bahwa beberapa karya dari penulis ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Malaysia dan Inggris, membuatku tambah penasaran. Di tahun 2019, setelah membaca halaman-halaman awal, aku merasa kurang motivasi untuk melanjutkan. Aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal, tap...

Terakhir deh ini (ruwet banget isi kepala w)

Ternyata cerita kita ini sampai pada akhirnya juga ya.  Walaupun bukan akhir seperti yang kita rencanakan di awal, tapi semoga sudah sesuai dengan yang kamu inginkan.  Sesuai kata-kata pisahmu waktu itu, yang tidak memberi aku pilihan jawaban, buat aku harus mengiyakan.  Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya, ini salah siapa ya? Semua ini bisa saja memang benar salahmu, atau salahku? Atau salah kita? Iya, salahmu. Kamu yang bilang sendiri, ingin semua ini jadi serius.  Aku bilang, kita coba dulu pacaran, kenal juga baru kan?  Kamu yang bilang sendiri, oh sudah siap, sudah yakin sekali pokoknya dengan alasan ini itu. Kamu tahu kan, aku si hobi banyak mikir ini tidak semudah itu bisa percaya.  Tapi, kamu mulai cerita tentang hidupmu yang katamu ini belum banyak yang tahu.  Kamu yang bilang sendiri, kalau aku bisa terima itu semua, kita bisa lanjutkan cerita.  Kamu tahu kan aku bisa terima? Jujur saja sejak itu aku pikir, oh mungkin kali ini bena...

Haunted

Maybe you don’t know, The feeling of rejection, The broken thoughts, The lack ability to defend yourself… will haunt you… Before the important meeting you have to attend or along with the documents you evaluate. Yes, need to take a deep breath to focus on. In the middle of your pilates class. So, you have to take a deeper breath or you’ll be black out. Between your favorite TS’s bridge songs you listen everyday. A deep breath again, cause it should cheer you up. In every steps you take from work to a place you called home. Another deep breath to keep your balance, so you don’t fall in crowd. Even after a main scene of horror movie you try to watch. Pause - a deep breath - play. In all activities you did to distract, they’re always there. They haunted you. They haunted me.