Langsung ke konten utama
Hai hai semua. Salam basa-basi dari liburan singkat gue yang tinggal hitungan jam ini. Oh ya, salam debu dari Tangerang. Yosh!
Gua mau berbagi cerita sedikit tentang masa-masa UN gua tahun lalu, berhubung waktunya menurut gue pas. Senin depan UN bukan? Mangadh. Cerita ini sebetulnya cerita biasa-biasa yang dialami seorang cewek yang jungkir balik demi satu kata untuk mengakhiri masa-masa indah SMA-nya, "lulus". Masa-masa SMA itu indah? Iya, walaupun dulu gue saat gue berada di masa itu gue bilang gak 'indah' atau bisa dibilang biasa aja. Karna kata orang, ke'indah'an SMA itu terjadi saat kita punya seseorang yang 'indah' juga di samping kita. Ngerti lah ya. Iya, ngerti. Ngerti gua gak punya. Yang spesial ada, tapi sekarang dia udah sama temen gue. Teman terbaik.
Jam-jam segini setahun yang lalu, gue lagi galau segalau-galaunya orang galau. Galau tingkat langit, lebih tinggi dari langit yang mesti ditembus sama Kirito di SAO (yang gatau ini anime). Gua bukan galauin pelajaran untuk ujian gue (oke, ini juga termasuk sih), tapi lebih parah masalahnya yang gua galauin adalah apakah saat ujian nanti gua akan memakai 'master' apa enggak. Gua tau gue agak gila sedikit karna H-2 ujian gue malah ngegalauin hal-hal gak penting kayak gini. 'Master' mungkin istilah biasa yah dikalangan anak kelas 3 SMA, terutama di lingkungan gue. Gak ngerti siapa yang mulai 'budaya' ini. Lebih gak ngerti lagi siapa yang harus disalahin akhirnya karena pada dasarnya keduanya bersalah, si pemakai maupun si pemberi. 
Mulailah di seluruh media massa Indonesia digembar-gemborkan tentang ujian nasional, terutama tentang masalah 'master' itu, bahkan dari sebulan sebelumnya. Gerakan-gerakan juga mulai bergerak, baik penentang maupun bandar, semua mulai mempengaruhi orang-orang di luar kelompok mereka (sebetulnya gue gak menemukan kata lain yang lebih tepat dari 'mempengaruhi'). Gue yang notabene berada di area 'abu-abu', gue yakin gak termasuk 'hitam' dan gue juga gak sepenuhnya 'putih', malah bingung dengan atmosfer yang terbentuk. Ini mau ujian, atmosfernya malah kayak mau perang dunia ke-berapapun. Karena dua warna itu teman gue, gue coba bertahan di tengah, apalagi kalo mereka lagi cerita. Bisa dibilang gue jadi muka dua, di hitam gue bilang iya, di putih juga iya. Gak ngerti, gue minta maaf untuk yang satu itu. Posisi gue sangat gak menguntungkan.
Awalnya, gue condong ikut ke arah hitam. Gue bahkan ikutan patungan untuk membeli hal itu.Gue tau semua rencana pengambilan dan lain-lain. Tapi, itu dia semakin mendekat ke ujian gue semakin gelisah, Yang gue pikirin itu, gimana cara nanti gue bukanya, gimana cara nyembunyiinnya, nyembunyiin muka gue saat melihat itu, gimana bla bla bla.... Gue sampe nanya berkali-kali ke orang tua, jatohnya semuanya malah diserahin ke gue. 'Terserah, itukan kamu yang ngerasain. Kalo ngerasa gak pede, yaudah buat pegangan aja.' Setelah diceramahin orang, gue semedi beberapa malem. Akhirnya... *teng tereeeeng* gua gak jadi make. Fix. Bodo amat deh itu duit melayang kemana. Feeling gue gak enak. Gue langsung sms 'jemputan' gue mengabarkan kalo gue gak jadi ikut. Dia bilang gapapa, semua terserah gue. Alhamdulillah.
Akhirnya, hari senin gue jalan santai sama bokap gue ke medan perang, ke tempat ujian, sekolah maksudnya. Jangan tanya kenapa gue dianterin, ibu gue biasa lah. Jangan tanya gue dianterin naik apa, naik angkot. Merakyat. Gue masuk ke sekolah, sebetulnya gue gak dateng pagi-pagi amat, tapi sekolah masih sepi. Ah, iya gue ngerti. Gue jalan nyatai ke ruang ujian. Udah gue serahin ke Allah semuanya, semoga lancar. Sepi. Sepi. Cuma sedikit siswa yang dateng berkeliaran di depan mata gue. Berhubung gak boleh masuk ke ruangannya dulu, gue duduk di balkon (lantai 2 ya) sambil liat-liat pemandangan sekolah karena sebentar lagi gue harus cabut. Agak sedih juga sih. Gak lama setelah pengawas masuk, gue masuk ke ruangan, siap-siap perang. Eh, tapi kok masih sepi? Ternyata masternya gak ada. Gue gatau tiba-tiba ngerasa sangat beruntung. Alhamdulillah gue gajadi ngambil, jadi gue masih bisa tenang ngerjainnya. Pasti panik kan, kalo pegangan gak ada? Hari-hari selanjutnya pun gue putuskan untuk berjuang 'sendiri' karena gua lihat juga master ngadet datengnya. Daaaaaaan saat hasilnya keluar, demiapapun gue seneng luar biasa! walaupun nilai gue gak ada yang sempurna (10 maksudnya), tapi bisa dibilang lumayan lah. Lumayan banget! Kepuasan gue gak tertahan banget lah. Alhamdulillah, rasanya gimana gitu ngeliat hasil usaha sendiri. Yaaa oke balik lagi, walaupun gak tinggi-tinggi banget nilainya. Ini tuh bener-bener bayaran dari Allah. Alhamdulillah gue terhindar dari hal-hal yang kurang baik itu, tapi gue juga gak mau menekan teman-teman gue yang make master ataupun enggak. Menurut gue, itu terserah, yang penting kita siap untuk memetik hasil dari apapun perbuatan kita itu.
Yak, selesai ceritanya. Udah gue bilang cuma cerita biasa. Tapi, bagi gue ini lebih dari itu. Merubah cara pikir gue dan sangat membekas. Lebay? biarin. Yang pasti rasa puasnya itu beda. Bener-bener gua ngerasain itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RASA by Nuril Basri (Nyoba Review)

  Aku merasa seperti seorang gadis tua. Seorang gadis berumur 29 tahun yang tidak mengerti apa pun tentang dirinya yang tidak tahu apa yang diinginkannya dalam hidup ini. Aku sebuah bola besar yang menggelinding kebingungan. * Buku ini aku dapat dari giveaway  yang penulisnya buat di twitter tahun 2019. Jujur (dan sorry) aku sebenarnya tidak pernah tahu Nuril Basri. Memang pengetahuanku akan penulis juga kurang, karena buatku membaca seringnya hanya tentang cerita dan isinya. Jadi, seharusnya sih review ini terlihat cukup jujur. Pada cover buku ini tercantum kutipan menarik dari British Council " One of five Indonesian authors to read now " yang agak meningkatkan ekspektasiku. Ditambah lagi, tercantum juga bahwa beberapa karya dari penulis ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Malaysia dan Inggris, membuatku tambah penasaran. Di tahun 2019, setelah membaca halaman-halaman awal, aku merasa kurang motivasi untuk melanjutkan. Aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal, tap...

Terakhir deh ini (ruwet banget isi kepala w)

Ternyata cerita kita ini sampai pada akhirnya juga ya.  Walaupun bukan akhir seperti yang kita rencanakan di awal, tapi semoga sudah sesuai dengan yang kamu inginkan.  Sesuai kata-kata pisahmu waktu itu, yang tidak memberi aku pilihan jawaban, buat aku harus mengiyakan.  Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya, ini salah siapa ya? Semua ini bisa saja memang benar salahmu, atau salahku? Atau salah kita? Iya, salahmu. Kamu yang bilang sendiri, ingin semua ini jadi serius.  Aku bilang, kita coba dulu pacaran, kenal juga baru kan?  Kamu yang bilang sendiri, oh sudah siap, sudah yakin sekali pokoknya dengan alasan ini itu. Kamu tahu kan, aku si hobi banyak mikir ini tidak semudah itu bisa percaya.  Tapi, kamu mulai cerita tentang hidupmu yang katamu ini belum banyak yang tahu.  Kamu yang bilang sendiri, kalau aku bisa terima itu semua, kita bisa lanjutkan cerita.  Kamu tahu kan aku bisa terima? Jujur saja sejak itu aku pikir, oh mungkin kali ini bena...

Haunted

Maybe you don’t know, The feeling of rejection, The broken thoughts, The lack ability to defend yourself… will haunt you… Before the important meeting you have to attend or along with the documents you evaluate. Yes, need to take a deep breath to focus on. In the middle of your pilates class. So, you have to take a deeper breath or you’ll be black out. Between your favorite TS’s bridge songs you listen everyday. A deep breath again, cause it should cheer you up. In every steps you take from work to a place you called home. Another deep breath to keep your balance, so you don’t fall in crowd. Even after a main scene of horror movie you try to watch. Pause - a deep breath - play. In all activities you did to distract, they’re always there. They haunted you. They haunted me.