Di terik siang hari itu, aku
berdiri seorang diri di depan gerbang sekolah. Telah lewat setengah jam dari
bel pulang sekolah kala itu. Kamu berjalan dari arah belakangku saat itu.
Mendekatiku, rasaku. Sesuatu di sudut pikiran ini berteriak semoga itu benar
terjadi. Gila. Ini mulai menjadi sangat gila. Apa yang dapat kamu harapkan dari
seorang lelaki dingin yang baru mengenalmu kurang dari sebulan lamanya?
Menyapamu? Nyatanya, ia berdiri disampingmu saat itu. Berhenti. Menatap ke arah
depan yang jelas tak kutahu arahnya. Aku tidak berani menoleh. Yang jelas, kami
ada disana saat itu. Berdua saja. Kamu dan aku, berteman angin siang itu yang
juga enggan melakukan tugasnya. Aku menyapamu dalam diam. Tiba-tiba, suaramu memecah
keheningan antara kita. “Nungguin siapa?” itu katamu. Aku menoleh kaget.
Wajahmu masih disana, menatap lurus ke arah depan. Namun kini aku tahu arah
matamu. Dia berdiri disana, wanitamu. Wanita yang dulu pernah jadi milikmu,
yang masih kamu sayangi. Aku menatapmu sejenak, lalu memulai lelucon konyolku
lagi. Mencandaimu. Kau tertawa. Tawa yang akhir-akhir ini membuatku merasa
berbeda.
3 tahun berlalu sejak hari itu.
Hari dimana mebuat hari-hariku berikutnya menjadi lebih aneh. Aneh terhadapmu.
Tali persahabatan diantara kita yang terus terjalin ini, menambah beban rasaku
padamu. Apa aku suka padamu? Atau lebih dari itu? Nyaman itu. Nyaman yang
selalu kurasakan setiap didekatmu. Aman itu. Aman yang membuatku diam tanpa
protes saat kau membawa ku terbang bersama motor balapmu. Kerelaan itu. Kerelaan
mendengar ceritamu tentang wanita-wanita cantik di kelasmu yang baru, di
lingkungan rumahmu, melihatnya berkeliaran disekitarmu. Sedih itu. Sedih saat
melihat matamu masih tak lelah memandanginya dari jauh. Bahkan ketika dia telah
bersama orang lain, temanmu. Rasamu mungkin tidak pernah berubah untuknya,
begitu juga aku. Untukmu. Andaikan kamu tahu itu. Namun kita sekarang disini,
berdiri tegak menyanyikan lagu mars sekolah kita. Berdiri bersama ratusan siswa
lainnya, di sebuah gedung besar nan mewah, berhiaskan bunga-bunga. Wisuda. Waktu
yang telah kita nanti-nanti. Dimana kita melepas status “siswa” kita menjadi “mahasiswa”
kedepannya. Dimana kita harus berlari lebih kencang lagi menuju tempat
realisasi mimpi. Dimana rasa ini harus kuakhiri. Rasaku untukmu yang kubungkus
rapi dengan selimut persahabatan kita. Aku menatapmu yang berdiri disampingku,
mantap dengan jasmu mendengarkan intruksi dari mc di panggung untuk lagu
selanjutnya. Aku menyapamu dalam diam untuk terakhir kali, “Aku sayang kamu,
Aga.”
**************
Akhirnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa setelah sekian lama mengalami kebuntuan otak akibat tugas yang menggunung, gue bisa juga bikin sedikit cerita (edun). Ini juga bukan berarti tugas gue udah gak tumpah ruah lagi ya-_- cuma karena dorongan motivasi melihat teman-teman sejawat gue yang bisa mengeluarkan isi kepalanya melalui kata-kata yang..... beuh asli deh, bikin ngiri banget. Gua gatau mereka itu makanan sehari-harinya nasi apa bukan, pinter banget merangkai kata-katanya! Gue bukannya lebay, tapi ini beneran kagum. K-A-G-U-M pake banget! Walaupun gue masih ragu sih, blog gue ini masih ada yang baca apa enggak. Tapi semoga ada. Semoga, semoga, semoga! Amiin o:)
Satu hal yang gue pelajari beberapa hari ini : Jika kamu tidak dapat mengungkapkan apa yang kamu pikirkan dengan berbicara, tulislah. Maka kamu akan merasa sama dengan mereka yang banyak berbicara.
Oiya, kalo kata seorang teman yang baru gue kenal beberapa minggu ini, yang membuat gue cukup termotivasi untuk menulis lagi itu : Jangan kamu berpikir tulisanmu ini jelek, karena bagi orang lain bisa saja itu sangat bagus. Jadi, jangan pernah malu untuk menunjukan hasil karya kamu.
Komentar
Posting Komentar