Langsung ke konten utama
"Aga pengen pergi ke Jepang, Sya."

"Kenapa?"
 
"Kakak Aga bilang katanya Jepang itu indah banget. Kita bisa berdiri di persimpangan jalan Tokyo, melihat orang-orang pengejar waktu berjalan tertib, bersepeda, dan udara bebas polusi. Duduk menghirup udara musim semi yang lembut, berteman selimut guguran bunga sakura yang jatuh ke tanah. Memanjakan mata jiwa dengan hamparan bukit bunga di sebuah kota kecil di Hokkaido. Menikmati sensasi fasilitas kendaraan umum tercepat, kereta Shinkansen. Hidup dalam euforia para pencinta anime. Abis itu, menikmati keindahan Tokyo Tower. Itu yang kak Adi bilang. Aga gak terlalu ngerti sebenernya, tapi kayaknya Jepang bukan ide yang buruk." 

Anak laki-laki itu bercerita dengan penuh semangat.

"Jepang itu dimana? Jauh gak dari sini?"

Ada perempuan kecil duduk disampingnya. Mendengarkannya dengan cermat.

"Jepang itu jauuuuuuuuh banget. Kita harus naik pesawat kalo mau kesana. Lama banget lagi. Waktu Aga nemenin Kak Adi sama bunda kesana aja rasanya lamaaaaa banget sampainya."

"Berarti Aga mau ninggalin Nesya sendirianya?" Perempuan kecil berkuncir dua yang duduk disampingnya menunduk sedih.

Anak laki-laki itu terdiam. "Enggak."

"Tadi katanya Aga mau pergi ke Jepang? Berarti Aga mau ninggalin Nesya kan?"

"Emm... mungkin..."

 Perempuan kecil itu, Nesya, mulai berkaca-kaca. Ia memalingkan wajahnya.

"Kok Aga tega sih sama Nesya.."

"Yah.. Nesya jangan sedih dong. Aga mau kok ngajak Nesya kesana. Aga mau Nesya temenin Aga ke Jepang."

Nesya menoleh dengan cepat. "Beneran? Aga mau ngajak Nesya ke Jepang?"

"Yap!" Anak laki-laki itu, Aga, mengangguk mantap.

"Asiiik!!" Nesya bertepuk riang. Rambutnya yang dikuncir bergoyang-goyang lincah bersama kepalanya.

"Pokoknya nanti Aga mau ajak Nesya ke tempat-tempat yang kak Adi bilang. Kita berdua bisa tinggal disana."

"Cuma kita berdua?"

"Iya, kayak bunda sama ayah. Nesya mau kan?"

"Mau! Tapi... Aga janji yah beneran mau ngajak Nesya ke Jepang?"

"Janji."

Mereka lalu menautkan jari kelingking mereka satu sama lain.

********

Bayangan-bayangan kejadian itu semakin sering berputar di otakku. Aku menatap awan-awan lewat jendela pesawat ini, mencoba menenangkan pikiranku sejenak. Terdengar suara pramugari berbahasa asing memenuhi ruangan. Sebentar lagi pesawat ini akan mendarat di bandara suatu kota. Sebentar lagi, aku semakin dekat pada tempat itu.

Aku turun dari pesawat. Menghirup udara setempat. Air mataku tertumpuk di pelupuk mata. Aku menarik napas panjang. "Hhhhh... Aku harus kuat."

Aku berjalan keluar dari bandara ini, Bandara Internasional Narita Tokyo.

Aku menapakan kakiku di tanah ini untuk pertama kali. Di tempat impian kita dulu. Impian besar yang menyemangati masa kecil kita. Impian yang kugantung di hati sejak saat itu, meski aku tahu kita belum mengerti apapun. Kita belum mengerti arti hidup sebenarnya. Hidup yang tak seindah pikiran kecil kita. Hidup yang tak lagi kau miliki sekarang.

Tapi, aku percaya kamu.

Aku benar adanya disini sekarang. Sendiri. Mewujudkan mimpi kita, Ga. Di Jepang, tanpa kamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RASA by Nuril Basri (Nyoba Review)

  Aku merasa seperti seorang gadis tua. Seorang gadis berumur 29 tahun yang tidak mengerti apa pun tentang dirinya yang tidak tahu apa yang diinginkannya dalam hidup ini. Aku sebuah bola besar yang menggelinding kebingungan. * Buku ini aku dapat dari giveaway  yang penulisnya buat di twitter tahun 2019. Jujur (dan sorry) aku sebenarnya tidak pernah tahu Nuril Basri. Memang pengetahuanku akan penulis juga kurang, karena buatku membaca seringnya hanya tentang cerita dan isinya. Jadi, seharusnya sih review ini terlihat cukup jujur. Pada cover buku ini tercantum kutipan menarik dari British Council " One of five Indonesian authors to read now " yang agak meningkatkan ekspektasiku. Ditambah lagi, tercantum juga bahwa beberapa karya dari penulis ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Malaysia dan Inggris, membuatku tambah penasaran. Di tahun 2019, setelah membaca halaman-halaman awal, aku merasa kurang motivasi untuk melanjutkan. Aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal, tap...

Terakhir deh ini (ruwet banget isi kepala w)

Ternyata cerita kita ini sampai pada akhirnya juga ya.  Walaupun bukan akhir seperti yang kita rencanakan di awal, tapi semoga sudah sesuai dengan yang kamu inginkan.  Sesuai kata-kata pisahmu waktu itu, yang tidak memberi aku pilihan jawaban, buat aku harus mengiyakan.  Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya, ini salah siapa ya? Semua ini bisa saja memang benar salahmu, atau salahku? Atau salah kita? Iya, salahmu. Kamu yang bilang sendiri, ingin semua ini jadi serius.  Aku bilang, kita coba dulu pacaran, kenal juga baru kan?  Kamu yang bilang sendiri, oh sudah siap, sudah yakin sekali pokoknya dengan alasan ini itu. Kamu tahu kan, aku si hobi banyak mikir ini tidak semudah itu bisa percaya.  Tapi, kamu mulai cerita tentang hidupmu yang katamu ini belum banyak yang tahu.  Kamu yang bilang sendiri, kalau aku bisa terima itu semua, kita bisa lanjutkan cerita.  Kamu tahu kan aku bisa terima? Jujur saja sejak itu aku pikir, oh mungkin kali ini bena...

Haunted

Maybe you don’t know, The feeling of rejection, The broken thoughts, The lack ability to defend yourself… will haunt you… Before the important meeting you have to attend or along with the documents you evaluate. Yes, need to take a deep breath to focus on. In the middle of your pilates class. So, you have to take a deeper breath or you’ll be black out. Between your favorite TS’s bridge songs you listen everyday. A deep breath again, cause it should cheer you up. In every steps you take from work to a place you called home. Another deep breath to keep your balance, so you don’t fall in crowd. Even after a main scene of horror movie you try to watch. Pause - a deep breath - play. In all activities you did to distract, they’re always there. They haunted you. They haunted me.