Malam itu, dua anak kecil sedang merebahkan tubuh mereka di atas rerumputan, di sebuah bukit kecil di belakang rumah mereka. Mereka menatap langit, penuh dengan bintang. Sunyi, hanya terdengar suara jangkrik yang bersautan. Sebetulnya sudah sangat malam untuk seorang anak perempuan dan laki-laki bermain di luar. Tapi mereka berdua diasana dangan mata tertuju pada satu bintang yang sinarnya paling terang. Sangat indah, pikir mereka. Seorang diantara mereka diam-diam terlihat sedih.
"Lihat, di sana! Bintang itu terang banget. Dia pasti lagi ngeliatin kita disini deh." kata anak laki-laki itu sambil menunjuk ke langit.
"Ya....mungkin." jawab anak perempuan sambil menahan air matanya yang hampir menetes.
"Kamu kenapa, Dey?" anak laki-laki itu langsung bangkit duduk dan menatap Dea, anak perempuan itu.
"Aku gak kenapa-kenapa kok. Memangnya aku kenapa?" Dea kemudian bangkit dan membalas tatapan anak laki-laki itu.
"Kamu jangan bohong sama aku, Dey. Aku gak mau temenan sama orang yang suka bohong." kata anak laki-laki itu.
"A...ku...Aku... Kapan kamu mau berangkat Jakarta, io?" tanya Dea. Ia hampir tidak dapat membendung kesedihannya lagi. Ia terisak.
"Besok pagi, Dey. Makanya hari ini aku ngajak kamu kesini, aku mau ngeliat bintang-bintang ini sama kamu sebelum aku berangkat ke Jakarta besok." jawab Ario, anak laki-laki itu. Ia tersenyum menatap langit.
"Oh iya! Aku punya sesuatu buat kamu." Ario mengambil sesuatu dari kantong celananya. "Nih, buat kamu!" Ario memberikan sebuah bintang dari kayu, seperti sebuah gantungan namun tidak ada penggantungnya. Di bintang itu terukir inisial AD yang diukir berantakan.
"Apa ini? AD?" tanya Dea keheranan.
"Itu bintang. Aku kan gak bisa mengambil bintang yang paling terang yang ada di langit itu, jadi aku coba bikin sendiri bintangnya untuk kamu. AD itu inisial kita, Ario Dea. Kamu simpen ya. Hehe." kata Ario sambil cengengesan.
"Oh... iya, bintang ini akan aku simpen kok sampai nanti kita ketemu lagi." jawab Dea mantap.
"Kamu tau gak, aku seneng banget pindah ke Jakarta. Soalnya aku bisa tinggal sama mama dan papa aku, walaupun sebenarnya aku juga senang sih tinggal sama nenek disini. Pokoknya aku seneng banget deh!" kata Ario dengan berseri-seri.
Dea menatap bintang dari Ario yang ada di tangannya. Digenggam erat. Sebetulnya ia sangat sedih karena Ario akan pergi, tapi ia tidak bisa menunjukan kesedihannya di depan Ario. Demi kebahagiaan Ario. Dari dulu Ario selalu berkata bahwa ia ingin sekali tinggal bersama orang tuanya di Jakarta. Selama ini Ario tinggal bersama neneknya, orang tua Ario sangat sibuk bekerja sehingga ia dititipkan disini.
Ario menyadari kalau Dea melamun. Ia menepuk bahu Dea, "Dey! kenapa sih kamu?"
"Gak kenapa-kenapa kok, io. Aku lagi mikir aja, aku enggak bisa kasih apa-apa ke kamu." Dea berbohong.
"Ya ampun, Dey! Kamu gak usah kasih apa-apa ke aku. Kamu udah mau jadi temen aku selama ini aja, aku udah seneng banget." jawab Ario. "Kamu jangan pernah lupain aku ya..."
Dea bertambah sedih saat Ario mengatakan itu. Pembicaran mereka pun berakhir sampai disitu, karena orang tua mereka telah memanggil mereka untuk pulang.
Dea menyesali waktu yang berjalan begitu cepat. Ia masih ingat saat sebulan yang lalu Ario berkata ia akan pindah ke Jakarta. Besok, Dea benar-benar akan kehilangan Ario, sahabat kecil satu-satunya yang sangat ia sayangi.
"Lihat, di sana! Bintang itu terang banget. Dia pasti lagi ngeliatin kita disini deh." kata anak laki-laki itu sambil menunjuk ke langit.
"Ya....mungkin." jawab anak perempuan sambil menahan air matanya yang hampir menetes.
"Kamu kenapa, Dey?" anak laki-laki itu langsung bangkit duduk dan menatap Dea, anak perempuan itu.
"Aku gak kenapa-kenapa kok. Memangnya aku kenapa?" Dea kemudian bangkit dan membalas tatapan anak laki-laki itu.
"Kamu jangan bohong sama aku, Dey. Aku gak mau temenan sama orang yang suka bohong." kata anak laki-laki itu.
"A...ku...Aku... Kapan kamu mau berangkat Jakarta, io?" tanya Dea. Ia hampir tidak dapat membendung kesedihannya lagi. Ia terisak.
"Besok pagi, Dey. Makanya hari ini aku ngajak kamu kesini, aku mau ngeliat bintang-bintang ini sama kamu sebelum aku berangkat ke Jakarta besok." jawab Ario, anak laki-laki itu. Ia tersenyum menatap langit.
"Oh iya! Aku punya sesuatu buat kamu." Ario mengambil sesuatu dari kantong celananya. "Nih, buat kamu!" Ario memberikan sebuah bintang dari kayu, seperti sebuah gantungan namun tidak ada penggantungnya. Di bintang itu terukir inisial AD yang diukir berantakan.
"Apa ini? AD?" tanya Dea keheranan.
"Itu bintang. Aku kan gak bisa mengambil bintang yang paling terang yang ada di langit itu, jadi aku coba bikin sendiri bintangnya untuk kamu. AD itu inisial kita, Ario Dea. Kamu simpen ya. Hehe." kata Ario sambil cengengesan.
"Oh... iya, bintang ini akan aku simpen kok sampai nanti kita ketemu lagi." jawab Dea mantap.
"Kamu tau gak, aku seneng banget pindah ke Jakarta. Soalnya aku bisa tinggal sama mama dan papa aku, walaupun sebenarnya aku juga senang sih tinggal sama nenek disini. Pokoknya aku seneng banget deh!" kata Ario dengan berseri-seri.
Dea menatap bintang dari Ario yang ada di tangannya. Digenggam erat. Sebetulnya ia sangat sedih karena Ario akan pergi, tapi ia tidak bisa menunjukan kesedihannya di depan Ario. Demi kebahagiaan Ario. Dari dulu Ario selalu berkata bahwa ia ingin sekali tinggal bersama orang tuanya di Jakarta. Selama ini Ario tinggal bersama neneknya, orang tua Ario sangat sibuk bekerja sehingga ia dititipkan disini.
Ario menyadari kalau Dea melamun. Ia menepuk bahu Dea, "Dey! kenapa sih kamu?"
"Gak kenapa-kenapa kok, io. Aku lagi mikir aja, aku enggak bisa kasih apa-apa ke kamu." Dea berbohong.
"Ya ampun, Dey! Kamu gak usah kasih apa-apa ke aku. Kamu udah mau jadi temen aku selama ini aja, aku udah seneng banget." jawab Ario. "Kamu jangan pernah lupain aku ya..."
Dea bertambah sedih saat Ario mengatakan itu. Pembicaran mereka pun berakhir sampai disitu, karena orang tua mereka telah memanggil mereka untuk pulang.
Dea menyesali waktu yang berjalan begitu cepat. Ia masih ingat saat sebulan yang lalu Ario berkata ia akan pindah ke Jakarta. Besok, Dea benar-benar akan kehilangan Ario, sahabat kecil satu-satunya yang sangat ia sayangi.
Komentar
Posting Komentar