Langsung ke konten utama

Dunia berubah, manusia belum tentu

Kejadian beberapa hari ini membuat aku banyak berpikir dan agak sedih. Hari itu di Senin pagi, aku melihat di aplikasi pengirim pesan "Papa is typing...". Agak lama aku menunggu tapi pesan itu belum juga dikirimkan Papa. Aku mulai panik, jangan-jangan ada apa-apa di rumah. Aku yang sudah beberapa bulan ini bekerja di kota lain, selalu dirasuki perasaan khawatir tentang keadaan orang tua di rumah.

Akhirnya, pesan itu tiba.

Aku hampir tersedak saat melihat pesan tersebut. Papaku menanyakan cara menggunakan laptop tanpa mouse, karena ternyata mouse kami rusak. Papa memang suka membantu ketua RT kami untuk membuat surat-surat tertentu. Biasanya ada mouse, tapi karena mousenya rusak Papa kesulitan menggunakan touch-mouse (?) di laptop. Kemudian, aku pun memberitahu caranya melalui pesan singkat itu. Dengan harapan Papa mengerti, walaupun ternyata ketika aku di rumah Papa masih kebingungan.

Hal ini cukup menggelitik pikiranku. Teringat belasan tahun yang lalu, ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, Papa-lah yang mengajariku menggunakan komputer. Papa mengajariku mengetik sepulih jari di keyboard, menyimpan file di disket, bahkan menggunakan internet. Di saat teman-temanku yang lain masih meraba-raba, aku sudah mulai mahir karena diajari Papa.

Lain hari, saat aku di rumah, Papa kebingungan lagi. Papa bingung, bagaimana cara mengecilkan size gambar di word tanpa mouse. Dan aku mengajari Papa sekali lagi, walau Papa sudah kesal karena mengerjakannya menjadi lebih lama tanpa mouse. Aku merasa ingin menangis. Bukan karena Papa yang kesal, tapi kenyataan bahwa Papa yang bertambah tua.

Kata-kata "we're too busy growing up, but we forget our parents are also growing old" adalah benar. Aku ingat, betapa waktu itu Papa hebat sekali mengajariku komputer dan seluk beluknya. Sampai saat ini aku masih berpikir seperti itu. Tapi aku lupa, semakin bertambahnya usia, kemampuan menerima ilmu baru semakin melambat.

Papaku masih paling hebat dibandingkan dengan teman seusianya. Walaupun sudah pensiun, tapi masih bisa menggunakan laptop, smartphone dan lainnya walau kadang terbata-bata. Teknologi semakin maju dan berkembang, dunia berubah, walau tidak semua generasi manusia bisa mengikutinya.

Saat ini aku menyadari, aku (dan kita) sebagai anak generasi melek teknologi yang tentunya harus membantu orang tua kita memahami. Mungkin bisa juga menjadi bakti kita terhadap mereka (?)

Komentar

  1. Bonjour,
    ehhh selamat hari minggu dan mohon maaf.

    di paragraf 2, mungkin itu maksudnya "pointing stick"? ini juga hasil googling sih, jadi jangan dipercaya langsung.

    paragraf 3 ada typo tuh. "... sepulih jari ..."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komen anda di blog saya terkait typo semua wkwkwkkwk

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RASA by Nuril Basri (Nyoba Review)

  Aku merasa seperti seorang gadis tua. Seorang gadis berumur 29 tahun yang tidak mengerti apa pun tentang dirinya yang tidak tahu apa yang diinginkannya dalam hidup ini. Aku sebuah bola besar yang menggelinding kebingungan. * Buku ini aku dapat dari giveaway  yang penulisnya buat di twitter tahun 2019. Jujur (dan sorry) aku sebenarnya tidak pernah tahu Nuril Basri. Memang pengetahuanku akan penulis juga kurang, karena buatku membaca seringnya hanya tentang cerita dan isinya. Jadi, seharusnya sih review ini terlihat cukup jujur. Pada cover buku ini tercantum kutipan menarik dari British Council " One of five Indonesian authors to read now " yang agak meningkatkan ekspektasiku. Ditambah lagi, tercantum juga bahwa beberapa karya dari penulis ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Malaysia dan Inggris, membuatku tambah penasaran. Di tahun 2019, setelah membaca halaman-halaman awal, aku merasa kurang motivasi untuk melanjutkan. Aku merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal, tap...

Terakhir deh ini (ruwet banget isi kepala w)

Ternyata cerita kita ini sampai pada akhirnya juga ya.  Walaupun bukan akhir seperti yang kita rencanakan di awal, tapi semoga sudah sesuai dengan yang kamu inginkan.  Sesuai kata-kata pisahmu waktu itu, yang tidak memberi aku pilihan jawaban, buat aku harus mengiyakan.  Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya, ini salah siapa ya? Semua ini bisa saja memang benar salahmu, atau salahku? Atau salah kita? Iya, salahmu. Kamu yang bilang sendiri, ingin semua ini jadi serius.  Aku bilang, kita coba dulu pacaran, kenal juga baru kan?  Kamu yang bilang sendiri, oh sudah siap, sudah yakin sekali pokoknya dengan alasan ini itu. Kamu tahu kan, aku si hobi banyak mikir ini tidak semudah itu bisa percaya.  Tapi, kamu mulai cerita tentang hidupmu yang katamu ini belum banyak yang tahu.  Kamu yang bilang sendiri, kalau aku bisa terima itu semua, kita bisa lanjutkan cerita.  Kamu tahu kan aku bisa terima? Jujur saja sejak itu aku pikir, oh mungkin kali ini bena...

Haunted

Maybe you don’t know, The feeling of rejection, The broken thoughts, The lack ability to defend yourself… will haunt you… Before the important meeting you have to attend or along with the documents you evaluate. Yes, need to take a deep breath to focus on. In the middle of your pilates class. So, you have to take a deeper breath or you’ll be black out. Between your favorite TS’s bridge songs you listen everyday. A deep breath again, cause it should cheer you up. In every steps you take from work to a place you called home. Another deep breath to keep your balance, so you don’t fall in crowd. Even after a main scene of horror movie you try to watch. Pause - a deep breath - play. In all activities you did to distract, they’re always there. They haunted you. They haunted me.