Secangkir kopi di hadapanku sudah dingin sedari tadi, juga suasana diantara kita. Sudah lebih 10 menit kita berhadapan, namun belum ada yang berani membuka suara.
"Apa kabarmu, Ana?", aku memberanikan diri menatap wajah wanita dihadapanku. Ia membalas tatapanku tanpa ekspresi.
Kamu banyak berubah, ah tapi.. masih cantik. Rambutmu sudah tidak diikat kuncir kuda lagi, terurai ikal berwarna coklat. Kulitmu kini cerah, wangi, tidak bau matahari seperti saat-saat kamu suka berjalan kaki ke kampus dulu.
"Baik. Kamu sendiri bagaimana?", Ana tersenyum tipis.
Kamu masih ingat, Ana?
"Baik juga..", jawabku singkat. Tiba-tiba lidahku kelu oleh pikiranku sendiri.
Kita diam lagi. Kamu mengaduk-aduk ice latte-mu lagi, tanpa meminumnya. Aku menatap cangkir kopi hitamku.
Kamu masih ingat, Ana?
"Saya mau minta maaf...", aku menahan nafas menatap Ana.
"Minta maaf untuk apa?", kamu tersenyum menyeringai. Padanganmu masih tertuju pada gelas di atas meja, tanganmu tidak berhenti mengaduk.
Kamu masih ingat, Ana.
"..untuk semua yang aku lakukan dulu waktu kuliah. Aku salah...padamu."
Saat-saat aku suka menyakitimu.
Berkali-kali tertawa, di atas perasaanmu.
Ana menatapku, "Andri, saya sudah melupakannya, kok." Kamu tersenyum dan mulai menyeruput kopimu. Matamu berkeliaran keliling kafe.
Kamu masih ingat, Ana.......
Aku masih tidak bisa melepaskan pandanganku darimu. Kamu menoleh, "Ada apa?"
"Tidak... hanya menikmati indahnya ciptaan semesta.." Kamu tertawa kecil dan menyeruput kopimu lagi.
Kita sudah dewasa, Ana. Tapi, aku masih sama saja seperti dulu, terselimuti kenaifan akan rasaku terhadapmu.
Telepon genggammu tiba-tiba berbunyi, memecah waktu yang berhenti.
"Ya, sayang?"
Tangerang, 2/10/17, tengah malam.
Never ignore a person who loves and cares for you. One day, you may realize you've lost the moon while counting the stars. -unknown
Komentar
Posting Komentar